Seiring dengan perputaran waktu yang semakin hari semakin bertambah, usia
pun bertambah mengikuti laju waktu. Tidak terasa masa kanak-kanak yang dijalani
telah mengantarkan pada lansia (lanjut usia), pada usia ini mengembalikan kita
pada kondisi seperti kanak-kanak, semakin lemah dalam menjalankan aktivitas
yang berat. Kemampuan fisik sudah mulai berkurang, tidak sekuat masa muda,
ketajaman berpikir mulai menurun, penglihatan pun mulai memudar dan banyak hal
lain yang serupa layaknya anak-anak.
Masa tua adalah masa pensiun dari segala aktivitas yang berat, saatnya
tanggung jawab dialihkan pada pundak kaum yang lebih muda yang masih memiliki
semangat dan kekuatan extraordinary.
Masa tua adalah masa untuk menikmati dari apa yang telah diusahakannya selama
ini, duduk manis menemani cucu-cucu bermain dan melihat perkembangan mereka.
Namun, seringkali masih banyak dijumpai masa tua yang digunakan untuk bekerja
keras, membanting tulang untuk menafkahi dirinya dan keluarga. Masih banyak
dijumpai kakek dan nenek yang berlalu lalang di jalanan, bus kota, kereta api
agar tetap survive ditengah-tengah kehidupan yang keras ini.
Aku melihatnya ketika aku berteduh dari hujan di stasiun Jombang, dia
begitu ramah dan baik. Dia adalah seorang kakek yang mencari nafkah untuk
dirinya dan sang istri tercinta yang berada dirumah.
"Want
tea?"tawarnya pada seorang turis perempuan.
Sang turis menjawab dengan gelengan dan senyumannya, memang pada waktu itu
sedang ada rombongan para turis yang akan menjalankan perjalanan menuju kota
Kediri.
"Where you come
from?"tanyaku pada turis yang ditawari teh oleh kakek itu.
"Australia!"jawab
turis itu.
Aku berjalan mendekat pada kursi untuk meletakkan tas dan mencari payung.
"Saking pundhi
mbak aslinipun?"tanya kakek itu sambil mengarahkan pandangannya pada turis
itu.
"oh, Australia,
pak!"jawabku.
Mungkin dari logatku yang agak ke-jarkatanan bapak itu langsung menggunakan
bahasa indonesia dalam bercakap denganku.
"Duduk sini dulu
mbak, masih hujan nanti basah! mau kemana mbak?"tanya bapak itu.
"oh, saya mau kearah
Tuban, pak!" jawabku.
"Wah iya mbak,
duduk sini aja dulu karena diluar sana tidak ada tempat untuk berteduh!"
kata bapak itu.
Dan akhirnya aku memutuskan untuk duduk disamping bapak itu yang sedang
menikmati kopi dan roti.
"Teh, mbak, nanti
saya yang bayar mbak!" kata bapak itu.
"Terima kasih
banyak, pak!" jawabku.
"Kuliah ta
mbak?" tanya bapak itu.
"iya, pak!.
"Dimana
mbak?".
"Di
Jakarta".
"Wah, hebat ya
mbak, semoga sukses mbak!"
"Amiiiin!"aku
mengamini ucapan bapak itu.
Tidak berapa lama ada seorang turis yang mendatangi kami, turis itu
menawari bapak itu sekotak kue dan bapak itu mengambil satu setelah itu
menawari pada ibu penjual teh kemudian baru aku.
"Thank you
mister!" kata bapak itu.
"Where you come
from?" tanyaku.
"Netherlands."
jawab turis itu.
"Where do you go?
"Bro-mo."
"Are you can
speak in indonesia?" tanyaku sambil tersenyum.
"Te-ri-ma-ka-sih."
kata turis itu terbata-bata.
"Se-la-mat
pagi." lanjutnya.
"No no, se-la-mat
siang!" kataku membenarkan.
"Oh, selamat
siang! katanya menirukan ucapanku.
Kami pun tertawa bersama-sama turis itu. Kemudian turis itu bertanya,
"How long the
rain will last?” tanya turis itu
“Can not be predicted!”jawab
bapak tersebut
Begitulah, turis dan bapak tua itu asyik mengobrol.Ternyata bapak ini
bahasa inggrisnya jago banget, tak kusangka dan kuduga, aku jadi penasaran pada
bapak ini. Turis yang mengobrol dengan bapak itu mengacungkan dua jempol untuk
beliau. Aku asyik menatap beliau, tanpa sadar bapak itu menatap saya juga. Dan berkata,
"Bahasa inggris
itu tidak penting bagi saya tapi kalau bagi mahasiswa seperti mbak itu sangat penting!"
kata bapak itu.
"Dengan bahasa
akan mempermudah dalam berkomunikasi!" jawabku.
"Saya bisa bahasa
inggris juga karena kebetulan saja!" jawab bapak itu.
Mendengar kata kebetulan aku jadi bertanya,
"Bapak pernah
bekerja di luar negeri?" tanyaku penasaran.
" Tidak mbak, ya
dari kereta satu ke kereta yang lainnya!" jelas bapak itu.
" Masak sich pak?
bapak asli Jombang?" tanyaku.
" Tidak mbak saya
asli jember, demi bekerja akhirnya saya terdampar di Jombang!" jelas bapak
itu.
" Bapak jualan
apa? tanyaku ketika melihat tas hitam yang berada di dekat bapak itu.
" Oh tidak
jualan, mbak. Tapi saya membantu orang untuk mengetahui tensi darah orang dan
pijat!" kata bapak itu.
" Belajar dari
mana, pak?" tanyaku.
" Tidak belajar
darimana-mana mbak!" kata bapak itu sambil tersenyum.
" Allah yang
telah mengajarkan ilmunya pada saya, ilmu itu semua bisa dipelajari, mbak, asal
kita mau berusaha dan yakin." kata bapak itu lagi.
Mendengar jawaban-jawaban bapak itu aku semakin penasaran pada bapak ini
siapa sebenarnya beliau.
" Istri bapak
berasal dari jombang, pak? tanyaku penasaran.
" Bukan, mbak,
tapi kutoarjo!" kata bapak itu.
" Saya disini
juga kos kok mbak, bukan rumah sendiri mbak!"
Seakan-akan mengerti akan rasa penasaranku bapak itu mulai bercerita dengan
sendirinya tanpa aku bertanya lagi.
" Dulu saya
tinggal di Jember dan istri saya dulu bekerja di dinas kesehatan, mbak!"
" Saya dulu punya
usaha, mbak, tapi karena usaha saya bangkrut jadinya sekarang luntang-lantung
mbak di kereta api seperti ini". jawab bapak itu.
" Oh jadi
semuanya pindah kesini, pak?" tanyaku bersemangat.
" Saya saja mbak,
anak dan istri tetap tinggal di Jember, mbak!" jawab bapak itu.
" Jadi bapak
tinggal sendirian, pak?" tanyaku.
" Bukan mbak tapi
saya bersama istri saya. Istri yang di Jember sudah cerai dan saya menikah
lagi." Jelas bapak itu.
" Anak-anak
sering berkunjung, pak?" tanyaku.
" Tidak pernah bertemu
mbak sejak saya bercerai dengan ibunya, dulu anak saya yang pertama masih lulus
SMA dan ikut STAN dan diterima, dengar-dengar anak saya sekarang bekerja di
pajak Jakarta." Jelas bapak itu.
" Mereka tidak
pernah mencari saya mungkin sudah terhasut oleh ibunya." kata bapak itu.
Aku tidak mampu berkata apapun hanya diam saja sebagai pendengar yang
setia.
" Saya memang
tidak memiliki apapun tapi saya memiliki Allah yang maha kaya yang senantiasa
berada di samping saya." kata bapak itu terbata-bata karena airmatanya menetes.
Hatiku pun ikut trenyuh mendengar cerita bapak itu, di usianya yang senja
beliau tidak memiliki tempat untuk bersandar kecuali pada dirinya sendiri.
" Saya pamit
sholat dulu, mbak!" kata bapak itu.
Anaknya bapak itu mungkin sudah dewasa dan menjadi orang yang sukses tapi
sayang seiring dengan kesuksesannya, sang ayah tidak dapat mencicipinya meskipun
hanya sedikit. Diusia yang senja ini harusnya bapak itu bisa bermain-main
dengan cucu tapi masih disibukkan dengan mencari nafkah, jangankan bermain
melihat cucunya saja belum pernah.
Semoga di waktu yang akan datang, sang bapak akan dipertemukan dengan
anaknya. Sungguh Allah selalu penuh dengan kejutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar