Rabu, 29 Januari 2014

Bapak itu......


Seiring dengan perputaran waktu yang semakin hari semakin bertambah, usia pun bertambah mengikuti laju waktu. Tidak terasa masa kanak-kanak yang dijalani telah mengantarkan pada lansia (lanjut usia), pada usia ini mengembalikan kita pada kondisi seperti kanak-kanak, semakin lemah dalam menjalankan aktivitas yang berat. Kemampuan fisik sudah mulai berkurang, tidak sekuat masa muda, ketajaman berpikir mulai menurun, penglihatan pun mulai memudar dan banyak hal lain yang serupa layaknya anak-anak.
Masa tua adalah masa pensiun dari segala aktivitas yang berat, saatnya tanggung jawab dialihkan pada pundak kaum yang lebih muda yang masih memiliki semangat dan kekuatan extraordinary. Masa tua adalah masa untuk menikmati dari apa yang telah diusahakannya selama ini, duduk manis menemani cucu-cucu bermain dan melihat perkembangan mereka. Namun, seringkali masih banyak dijumpai masa tua yang digunakan untuk bekerja keras, membanting tulang untuk menafkahi dirinya dan keluarga. Masih banyak dijumpai kakek dan nenek yang berlalu lalang di jalanan, bus kota, kereta api agar tetap survive ditengah-tengah kehidupan yang keras ini.
Aku melihatnya ketika aku berteduh dari hujan di stasiun Jombang, dia begitu ramah dan baik. Dia adalah seorang kakek yang mencari nafkah untuk dirinya dan sang istri tercinta yang berada dirumah.
                "Want tea?"tawarnya pada seorang turis perempuan.
Sang turis menjawab dengan gelengan dan senyumannya, memang pada waktu itu sedang ada rombongan para turis yang akan menjalankan perjalanan menuju kota Kediri.
                "Where you come from?"tanyaku pada turis yang ditawari teh oleh kakek itu.
                "Australia!"jawab turis itu.
Aku berjalan mendekat pada kursi untuk meletakkan tas dan mencari payung.
                "Saking pundhi mbak aslinipun?"tanya kakek itu sambil mengarahkan pandangannya pada turis itu.
                "oh, Australia, pak!"jawabku.
Mungkin dari logatku yang agak ke-jarkatanan bapak itu langsung menggunakan bahasa indonesia dalam bercakap denganku.
                "Duduk sini dulu mbak, masih hujan nanti basah! mau kemana mbak?"tanya bapak itu.
                "oh, saya mau kearah Tuban, pak!" jawabku.
                "Wah iya mbak, duduk sini aja dulu karena diluar sana tidak ada tempat untuk berteduh!" kata bapak itu.
Dan akhirnya aku memutuskan untuk duduk disamping bapak itu yang sedang menikmati kopi dan roti.
                "Teh, mbak, nanti saya yang bayar mbak!" kata bapak itu.
                "Terima kasih banyak, pak!" jawabku.
                "Kuliah ta mbak?" tanya bapak itu.
                "iya, pak!.
                "Dimana mbak?".
                "Di Jakarta".
                "Wah, hebat ya mbak, semoga sukses mbak!"
                "Amiiiin!"aku mengamini ucapan bapak itu.
Tidak berapa lama ada seorang turis yang mendatangi kami, turis itu menawari bapak itu sekotak kue dan bapak itu mengambil satu setelah itu menawari pada ibu penjual teh kemudian baru aku.
                "Thank you mister!" kata bapak itu.
                "Where you come from?" tanyaku.
                "Netherlands." jawab turis itu.
                "Where do you go?
                "Bro-mo."
                "Are you can speak in indonesia?" tanyaku sambil tersenyum.
                "Te-ri-ma-ka-sih." kata turis itu terbata-bata.
                "Se-la-mat pagi." lanjutnya.
                "No no, se-la-mat siang!" kataku membenarkan.
                "Oh, selamat siang! katanya menirukan ucapanku.
Kami pun tertawa bersama-sama turis itu. Kemudian turis itu bertanya,
                "How long the rain will last?” tanya turis itu
      “Can not be predicted!”jawab bapak tersebut
Begitulah, turis dan bapak tua itu asyik mengobrol.Ternyata bapak ini bahasa inggrisnya jago banget, tak kusangka dan kuduga, aku jadi penasaran pada bapak ini. Turis yang mengobrol dengan bapak itu mengacungkan dua jempol untuk beliau. Aku asyik menatap beliau, tanpa sadar bapak itu menatap saya juga. Dan berkata,
                "Bahasa inggris itu tidak penting bagi saya tapi kalau bagi mahasiswa seperti mbak itu sangat penting!" kata bapak itu.
                "Dengan bahasa akan mempermudah dalam berkomunikasi!" jawabku.
                "Saya bisa bahasa inggris juga karena kebetulan saja!" jawab bapak itu.
Mendengar kata kebetulan aku jadi bertanya,
                "Bapak pernah bekerja di luar negeri?" tanyaku penasaran.
                " Tidak mbak, ya dari kereta satu ke kereta yang lainnya!" jelas bapak itu.
                " Masak sich pak? bapak asli Jombang?" tanyaku.
                " Tidak mbak saya asli jember, demi bekerja akhirnya saya terdampar di Jombang!" jelas bapak itu.
                " Bapak jualan apa? tanyaku ketika melihat tas hitam yang berada di dekat bapak itu.
                " Oh tidak jualan, mbak. Tapi saya membantu orang untuk mengetahui tensi darah orang dan pijat!" kata bapak itu.
                " Belajar dari mana, pak?" tanyaku.
                " Tidak belajar darimana-mana mbak!" kata bapak itu sambil tersenyum.
                " Allah yang telah mengajarkan ilmunya pada saya, ilmu itu semua bisa dipelajari, mbak, asal kita mau berusaha dan yakin." kata bapak itu lagi.
Mendengar jawaban-jawaban bapak itu aku semakin penasaran pada bapak ini siapa sebenarnya beliau.
                " Istri bapak berasal dari jombang, pak? tanyaku penasaran.
                " Bukan, mbak, tapi kutoarjo!" kata bapak itu.
                " Saya disini juga kos kok mbak, bukan rumah sendiri mbak!"
Seakan-akan mengerti akan rasa penasaranku bapak itu mulai bercerita dengan sendirinya tanpa aku bertanya lagi.
                " Dulu saya tinggal di Jember dan istri saya dulu bekerja di dinas kesehatan, mbak!"
                " Saya dulu punya usaha, mbak, tapi karena usaha saya bangkrut jadinya sekarang luntang-lantung mbak di kereta api seperti ini". jawab bapak itu.
                " Oh jadi semuanya pindah kesini, pak?" tanyaku bersemangat.
                " Saya saja mbak, anak dan istri tetap tinggal di Jember, mbak!" jawab bapak itu.
                " Jadi bapak tinggal sendirian, pak?" tanyaku.
                " Bukan mbak tapi saya bersama istri saya. Istri yang di Jember sudah cerai dan saya menikah lagi." Jelas bapak itu.
                " Anak-anak sering berkunjung, pak?" tanyaku.
                " Tidak pernah bertemu mbak sejak saya bercerai dengan ibunya, dulu anak saya yang pertama masih lulus SMA dan ikut STAN dan diterima, dengar-dengar anak saya sekarang bekerja di pajak Jakarta." Jelas bapak itu.
                " Mereka tidak pernah mencari saya mungkin sudah terhasut oleh ibunya." kata bapak itu.
Aku tidak mampu berkata apapun hanya diam saja sebagai pendengar yang setia.
                " Saya memang tidak memiliki apapun tapi saya memiliki Allah yang maha kaya yang senantiasa berada di samping saya." kata bapak itu terbata-bata karena airmatanya menetes.
Hatiku pun ikut trenyuh mendengar cerita bapak itu, di usianya yang senja beliau tidak memiliki tempat untuk bersandar kecuali pada dirinya sendiri.
                " Saya pamit sholat dulu, mbak!" kata bapak itu.
Anaknya bapak itu mungkin sudah dewasa dan menjadi orang yang sukses tapi sayang seiring dengan kesuksesannya, sang ayah tidak dapat mencicipinya meskipun hanya sedikit. Diusia yang senja ini harusnya bapak itu bisa bermain-main dengan cucu tapi masih disibukkan dengan mencari nafkah, jangankan bermain melihat cucunya saja belum pernah.

Semoga di waktu yang akan datang, sang bapak akan dipertemukan dengan anaknya. Sungguh Allah selalu penuh dengan kejutan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar