“wih, hujan deras rek?” kata mbakku
saat dia terbangun.
Sekitar pukul 23:30 dia terjaga dikarenakan suara petir yang
bersahut-sahutan dan panggilan alam. Dia pergi ke kamar mandi setelah itu dia
balik ke tempat tidur. Tapi dia merasakan keanehan karena suara hujan tidak
seperti biasanya.
“Hujannya kok aneh, yo? Biasanya
nggak seperti ini,” dia bergumam sendiri.
Mendengar ocehannya seperti itu aku merasa terganggu,
“Aneh gimana sih? Hujan ya seperti
ini,” jawabku agak emosi.
Setelah menjawab seperti itu aku juga merasa ada yang aneh
karena ada suara anak-anak yang berisik berasal dari tetangga sebelah dan
depan. Pikiranku pun mulai melayang kemana-mana. Jadi parno.
“Kok ada suara anak-anak ya mbak!”
mbak tidak merespon kata-kataku tadi.
Karena tidak ada respon aku semakin dag dig dug, aku pikir
yang mendengar cuma aku saja. Wih semakin tidak keruan. Setelah itu mbak
melihat ke jendela.
“Lho, Bu Isa mau mudik mungkin, kok
sudah masuk-masukin barang ke bagasi,”katanya.
“Besok lho baru Jum’at, masak
mudik, Indah masih sekolah dan Pak isa masih kerja juga,” Jawabku.
Di tengah-tengah adu argument tebak-tebakkan tiba-tiba HP
mbak berdering.
“Siapa sms malam-malam,”kata mbakku.
“Gunung meletus, nduk!” kata mbak
setengah berteriak.
Dengan santai aku menanggapinya, “ya sudah mau diapakan, toh
tidak ada berita kita diharuskan mengungsi.
Depan rumah semakin gaduh karena Bu Isa dan anaknya beserta
suami berjalan-jalan di bawah hujan sambil membawa payung. Mbakku langsung
keluar dan aku pun ikut membuntutinya ternyata hujan kerikil dan pasir.
“Waduh bu, saya takut. Sejak pukul
21:00 kami masih duduk di depan dan melihat warna merah menyala diatas langit,
setelah itu bunyi duoooor,” jelas Bu Isa.
“Jam berapa bu hujan pasirnya?”
tanyaku pada Bu Isa.
“Pukul 23:45, mbak,” jawab Bu Isa.
Tidak berapa lama kemudian saudara yang ada di Janti
menjemput untuk mengungsi ke tempat anaknya yang lebih jauh dari gunung, tapi
aku dan mbak memutuskan di rumah saja karena merasa jauh dari TKP. Kami berada
di Perumahan Pesantren radius kurang lebih 30km dari TKP. Warga disini tidak
ada yang mengungsi, bahkan banyak yang masih terlelap atau memang sengaja diam
di dalam rumah meski sudah tahu kalau hujan pasir. Di gang kami yang kelihatan
keluar hanya sekitar 3 orang itupun hanya menutupi kaca mobil yang terparkir di
luar garasi.
kondisi mobil perjalanan dari surabaya-kediri |
Baru kali ini merasakan hujan kerikil dan pasir akibat
erupsi gunung. Sungguh dahsyatnya suara petir yang bersahut-sahutan, membuat
orang takut. Kakak ipar yang melakukan perjalanan dari Surabaya sekitar pukul
02:00 dini hari pun merasakan hujan abu di daerah mojokerto, dari sini mobil
tidak bisa berjalan dengan kecepatan normal karena pandangan kabur akibat hujan
debu, sampai dirumah pukul 05:00 disaat kami semua terlelap maklum kami baru tidur
sejaman.
Malam kejadian itu
kami tidur di ruang tengah dikarenakan tv kamar mati. Beruntung kami tidur di
ruang tengah, dengan begitu kami tidak terlalu lelap sehingga dengan mudah
terbangun saat mendengar suara gaduh di luar.
Sebelum Gunung Kelud ini meletus, kota Kediri selama 3 hari
panas sekali, setelah panas itu pada hari kamis siang kota Kediri diguyur hujan
sangat deras sekali, dan malamnya kota Kediri diguyur hujan pasir.
kondisi atap rumah setelah diguyur hujan pasir |
Pagi hari kami keluar rumah melihat kondisi perumahan.
Atap-atap rumah dipenuhi dengan pasir-pasir, depan rumah banyak
gundukan-gundukan pasir, dan banyak kanopi yang melengkung tidak kuat menahan
beban pasir yang berat, jika tidak cepat dibersihkan maka akan ambruk.
![]() |
kondisi jalan di perum pesantren |
“Gimana, Bu Sita tadi malam? Kok
tidak keluar?” tanya mbak pada tetangga yang tinggal sendirian.
“Wis, bu aku sengedan nak
ngisore bayang! Kata bu sita
“Ini dulu sudah pernah meletus lho
bu, tahun 1990, 2007 dan sekarang. Tahun 1990 itu saat saya melahirkan dan
tidak mendapatkan bidan sehingga anak saya tidak tertolong,” kenang Bu Sita.
“Tadi malam ada Pak Bambang yang
ngetuk pintu, bu, ngajak saya untuk menginap dirumahnya tapi saya tidak mau,” tambah
bu sita.
Jalan seluruh perumahan ini penuh dengan pasir. Tidak ada
aktivitas dari warga, semuanya diam dirumah. Sekitar pukul 07:00 mbak dan kakak
ipar keluar rumah untuk mencari makanan maklum kami tidak ada stok
makanan. Selepas di tinggal aku hanya di
rumah bersama dua keponakan yang masih kecil, di dalam rumah saja dan tidak
berani keluar karena asap dari debu sangat menyiksa, mengharuskan kami di dalam
rumah memakai masker. Di tambah warga yang mulai membersihkan pasir dari
talang-talang dan depan rumah. Warga masih belum begitu total membersihkan,
hanya bagian-bagian penting terlebih dahulu yang dibersihkan, bagian yang
sekiranya sudah tidak kuat untuk menahan beban tumpukan pasir dan saluran air
karena ada berita yang mengabarkan bahwa gunung akan erupsi lagi.
“Walah nduk kalau jalan harus
pelan-pelan, motor saja banyak yang selip terus banyak kanopi yang ambruk.
Warung-warung depan pada ambruk dan tidak ada yang buka. Aku tadi sampai kota tidak
ada yang buka, untungnya Bu Yati tetep buka,” cerita mbakku begitu sampai rumah.
Aktivitas kota Kediri jadi amburadul, sekolah-sekolah libur
mendadak, kantor-kantor juga libur tapi pegawai negeri kota Kediri tidak libur,
mbakku jadi kebingungan di buatnya, masuk atau meliburkan diri. Dan akhirnya
dia memilih untuk meliburkan diri dengan pertimbangan kondisi jalan yan penuh
dengan pasir. Sedangkan anak-anak sekolah libur.
Asap dari debu erupsi gunung kelud ini sangat menyiksa,
mengharuskan untuk memakai masker dan kacamata. Mata menjadi perih, tenggorokan
seperti radang dan badan meriang.
Di hari pertama ini kami hanya membersihkan pasir yang
menyumbat jalannya air sedangkan atap masih belum dibersihkan. Sekitar pukul 11:00
gerimis sebentar lalu reda. Mencari orang untuk membantu membersihkan rumah
sangatlah sulit karena orang juga membersihkan rumahnya masing-masing,
sampai-sampai kakak ipar mencari orang dari Surabaya.
Hari kedua aktivitas warga untuk bersih-bersih mulai
terlihat, anggota keluarga saling bergotong royong untuk membersihkan rumah
masing-masing, tapi masih ada juga rumah yang belum dibersihkan dikarenakan
menunggu bala bantuan. Seperti kami yang menunggu bala bantuan dari Surabaya,
begitu bala bantuan datang (saudara dari kakak ipar dari Surabaya) semuanya
langsung bersih-bersih, naik kea tap rumah untuk membersihkan pasir. Sekitar
pukul 12:00 aktivitas bersih-bersih sudah berhenti, setelah itu saudara pulang.
Tidak selang berapa lama kemudian, hujan deras mulai mengguyur kota Kediri.
Atap rumah banyak yang bocor, setiap pojokan rumah bocor dan dari atas tangga
mengalir banyak air. Wah kami panik dibuatnya, karena bala bantuan sudah
pulang, baru dibersihkan langsung bocor lagi. Kebocoran dikarenakan pasir
banyak yang masuk pada saluran air sehingga mampet, jadinya di tengah hujan
deras kami bergotong royong untuk memindahkan barang-barang ke tempat yang
aman.
Hujan semakin deras, banyak warga yang semakin lalu lalang
di jalan, ternyata hampir semua rumah di perumahan ini terjadi kebocoran bahkan
banyak pasir yang masuk ke dalam rumah. Tetangga depan rumah malah atap
dapurnya ambruk. Tetangga sebelah malah rumahnya tidak keruan seperti kapal
pecah, banjir. Beruntung rumah kami tidak mengalami seperti apa yang dialami
oleh tetangga kami, karena kami sudah membersihkan sebelumnya meskipun bocor
juga.
![]() |
kondisi jalan depan sri ratu |
Pasca hujan reda aku dan saudara ingin membeli makanan kali
aja ada yang sudah buka. Ih, ngeri banget naik motornya musti pelan-pelan
banget. Jalan-jalan protokol pun masih utuh pasirnya, sampai kota pun sama
keadaannya. Yang sudah cukup bersih adalah jalanan menuju Gudang Garam,
aktivitas gudang garam masih terus berjalan oleh sebab itu jalan yang menuju
gudang garam dibersihkan, seluruh para pekerja dikerahkan membersihkan area
sekitar Gudang Garam. Di sepanjang jalanan Gudang Garam, aktivitas para penjual
sudah terlihat, pedagang buah sudah banyak yang buka tetapi tidak ada pedagang
makanan, pasar Gudang Garam juga sudah buka meski hanya beberapa yang buka,
itupun yang kering-kering saja, pedagang ikan, tempe dan tahu tidak
ditemukan.Di hari kedua sudah banyak toko yang buka, Alhamdulillah kami masih
bisa mendapatkan makanan meski itu makanan instant maklum pasar belum ada yang
buka.
![]() |
kondisi jalan protokol |
Erupsi gunung kelud Kediri melumpuhkan aktivitas warga
Kediri, tidak hanya Kediri tapi jawa tengah pun terkena imbasnya bahkan
kondisinya juga hampir sama dengan kota Kediri. Jawa barat pun merasakannya.
Bencana demi bencana menghinggapi negeri tercinta kita ini.
Semua ini menjadi bahan untuk interospeksi diri, agar kita semakin mengingat
dan mendekat kepada Tuhan. Semoga bencana yang datang bertubi-tubi ini semakin
meningkatkatkan kesadaran kita bahwa betapa kekuasaan yang kita miliki tidak
ada seujung kuku dibandingkan dengan kekuasaan Tuhan. Marilah sama-sama untuk
introspeksi diri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar