Sabtu, 08 Februari 2014

Pak Umar yang Ku Kenal



Ada seribu macam cara untuk mencari materi, mulai dari yang mudah hingga yang sulit, mulai dari yang menggunakan otak hingga menggunakan tenaga, kalau orang desa bilang "wong kutho nganggo akal lek wong ndeso nganggo okol", otak dan kekuatan sama-sama saling bersinergi cuma kapasitasnya dalam bekerja yang membedakan. Jika orang desa yang bekerja di sawah memang yang dibutuhkan lebih besar adalah kekuatan fisik dibandingkan dengan kemampuan berpikir.
Seperti kebanyakan masyarakat desa lainnya, Pak Umar juga bekerja sebagai petani. Pak umar adalah seorang pekerja keras, penuh tanggungjawab dan sederhana serta apa adanya. Itu yang bisa aku simpulkan setelah banyak ngobrol dengan beliau. Sebelumnya aku tidak pernah banyak ngobrol dengan beliau karena intensitas pertemuan tiap kali aku ke rumahnya sangat sedikit, sibuk di sawah beliaunya.
Pak umar sejak menikah hingga anak-anaknya telah tumbuh dewasa pekerjaannya tetap sama yakni, seorang petani, beliau mengandalkan sawah yang tak seberapa luas yang dimilikinya untuk menghidupi keluarganya. Hasil dari sawah inilah yang digunakan untuk membiayai kedua orang putrinya untuk sekolah, tiap kali panen datang beliau tidak menjual hasil panen tapi disimpan untuk kebutuhan sewaktu-waktu seperti bayaran sekolah, maklum inilah pemasukan satu-satunya yang cukup bisa untuk diandalkan.
Sedangkan untuk makan sehari-hari mengandalkan hasil jualan sayur dari sang istri, mereka saling bersinergi satu sama lain. Sang istri berjualan sayur keliling sudah hampir 20 tahun lebih. Tiap pagi setelah sholat subuh ibu sudah siap-siap untuk berangkat, pagi-pagi buta beliau mengayuh sepedanya untuk pergi ke pasar untuk kulakan kebutuhan sehari-hari. Biasanya beliau hanya membawa modal sekitar Rp 200.000 tidak lebih dari itu dan keuntungan yang di dapat tidak seberapa dengan mengayuh sepeda pagi buta dan di bawah terik matahari ketika menjajakan dagangannya. Keuntungan yang di dapat hanya Rp 20000, ini akan habis kalau ada kebutuhan yang mendadak seperti buat kondangan. Pukul 9 pagi ibu sampai di rumah dengan nafas yang ngos-ngosan karena sepeda yang digunakan bukanlah sepeda yang layak untuk di pakai. Apalagi ibu membawa belanjaan untuk dijajakan wah tambah berat banget, tidak ada rem tapi menggunakan kaki untuk pengereman, mengerikan sekali kalau sewaktu-waktu kaki masuk.
Setelah pulang jualan ibu tidak istirahat tapi menyusul suami untuk bantu di sawah sekaligus mengantarkan sarapan pagi untuk suami, karena pak Umar berangkat ke sawah kadang-kadang  tanpa sarapan pagi jika ibu tidak sempat memasak. Pak umar berangkat ke sawah sekitar pukul 06:00, pulang tengah hari dimana matahari pas diatas kepala, setengah hari badan pak umar dipanggang oleh sinar matahari, jika masa-masa padi butuh perawatan yang extra maka pak umar dan sang istri balik lagi ke sawah hingga jam 5 sore. Mereka melakukan semua ini untuk anak-anak mereka agar menjadi orang yang lebih baik lagi dari orang tuanya.
Pak umar adalah sesosok yang religius, beliau membentengi anak-anaknya dengan agama, kedua putrinya mengenyam bangku pesantren, sehingga tidak salah kalau mereka tumbuh menjadi remja yang taat pada agama dan orang tuanya. Pak Umar mengajarkan kesederhanaan pada kedua putrinya sehinggga tidak neko-neko dalam berpenampilan.
                "Saya melakukan semua ini adalah bentuk tanggung jawab sebagai orang tua biar di akhirat nanti tidak terlalu berat hisabnya, dan mau jadi apa anak-anak nanti itu terserah pada mereka, kami hanya menjalankan tugas kami."
Ini adalah ucapan yang sederhana dari seorang Pak Umar tapi syarat akan makna. Jika kebanyakan orang banyak merantau ke luar negeri atau ke luar pulau tapi pak Umar tidak melakukan itu dengan alasan, "Buat apa harta banyak tapi kalau tidak bisa dekat dengan anak dan isteri, saya takut kalau mereka melakukan hal-hal yang dilarang agama saat saya meninggalkan mereka."

Di desa tentu ada pak umar-umar yang lainnya, menjadi petani sungguh sengsara kata pak umar memberikan makan banyak orang tapi apa yang di dapat tidak sesuai dengan apa yang di usahakan. Lahan dan tenaga di pedesaan sungguh sangat cukup untuk menghasilkan padi yang cukup bagi rakyat Indonesia ini tapi sayang pemerintah lebih suka Import daripada makan hasil warga negara sendiri. Semoga di masa yang akan datang ada pemerintah yang benar-benar tulus mengemban kewajiban sebagai seorang pengatur negeri ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar